BADAN KESBANGPOL DIY
BERITA

WORKSHOP KETAHANAN EKONOMI DAN SOSIAL DIY BULAN AGUSTUS

Rabu, 21 September 2016 15:53 WIB


                Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kota dengan berbagai daya tarik baik dari pariwisata, pendidikan dan budaya. Dari potensi-potensi yang dimiliki itulah yang mampu menarik banyaknya wisatawan untuk berkunjung di DIY dan sebagian memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Yogyakarta. Orang dari berbagai daerah bahkan negara lain datang ke Yogyakarta dan hal tersebut tidak menimbulkan masalah karena masyarakat DIY terkenal dengan penerimaan terhadap masyarakat luar sehingga DIY dikenal dengan kota yang toleran.

                Tetapi sebutan positif tersebut menjadi paradoks ketika pada tahun 2014 The Wahid Institute (Wahid Foundation) menobatkan Yogyakarta sebagai kota paling tak toleran nomor dua di Indonesia. Dari data yang di paparkan oleh The Wahid Institute pada tahun 2014 terdapat 154 kasus intoleransi serta pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dan  21 peristiwa terjadi di Yogyakarta.[1]

                Kondisi masyarakat Yogyakarta tidak lagi sama seperti dulu, termasuk dalam menerima pendatang atau mahasiswa. Jika dulu mahasiswa indekos dianggap keluarga sendiri oleh induk semangnya, kini sistem indekos lebih berorientasi komersial. Anak kos kerap tinggal terpisah dengan induk semang karena kosan dibangun khusus sebagai investasi, sedangkan pemiliknya tinggal di tempat lain, bahkan kota lain. Dari berbagai insiden intoleransi berimbas pada penerimaan mahasiswa indekos saat ini didasarkan pada agama dan suku tertentu. Hal ini yang pada akhirnya dapat menyulut permasalahan sosial di Yogyakarta.

                Kondisi tersebut harus segera di tindaklanjuti agar ketahanan sosial masyarakat DIY dapat lebih kuat. Apalagi Yogyakarta sebenarnya memiliki budaya lokal yang mengandung nilai-nilai yang adi luhung yang tercermin dalam berbagai bentuk kebudayaan, Yogyakarta sebagai kota pendidikan memiliki potensi untuk mengembangkan kebudayaan. Pendidikan adalah wahana pengembangan nilai dan pengembangan ipteks. Kehadiran generasi muda dari berbagai daerah dengan latar belakang budaya yang beragam mestinya dapat dimanfaatkan untuk  meningkatkan kreativitas budaya dan memperkaya nilai.   Berkumpulnya berbagai etnik di kota pendidikan dapat diberdayakan untuk pengembangan budaya lokal.

                Pengembangan budaya ini dapat bermanfaat bagi terjalinnya hubungan yang harmonis antara masyarakat jogja dengan pendatang sehingga dapat meminimalisir adanya potensi konflik dan dapat menjaga kondusifitas di Yogyakarta, selain itu pengembangan budaya juga dapat memberikan dampak ekonomis jika dimanfaat secara positif sehingga tidak hanya ketahanan sosial masyarakat saja yang terjaga tetapi juga ketahanan ekonomi masyarakat DIY. untuk itu Badan Kesbangpol DIY melaksanakan kegiatan Workshop Ketahanan Ekonomi dan Sosial DIY pada tanggal 18 Agustus 2016 di Hotel Cakra Kusuma Yogyakarta.

               

 

[1] http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160808211440-20-150068/yogyakarta-kota-yang-makin-tak-toleran/



Share Halaman ini